Museum Seni Rupa dan Keramik |
Siapa yang
sudah pernah pergi ke Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta? Apa pendapat
kalian? Menarik kah? Well, bagi pecinta seni, berkunjung ke Museum Seni Rupa
dan Keramik yang terletak di Jalan Pos Kota No.2, Jakarta Barat ini bisa
memberikan banyak inspirasi. Dengan berbekal tiket seharga Rp.2.000,- untuk
dewasa, Rp. 1.000,- untuk mahasiswa, dan Rp.600,- untuk anak-anak, kita bisa
berkeliling museum yang lapang ini sambil menikmati berbagai benda-benda seni
seperti lukisan, keramik berbagai bentuk, ukiran kayu, patung, dan lain
sebagainya.
Manik-manik Keramik |
Seperti saat
kita memasuki istana peninggalan Belanda di Kebun Raya Bogor, sensasi yang sama
juga bisa kita rasakan ketika menapakan kaki di gedung tersebut. Dari penampakan
luar gedungnya, terdapat 8 tiang besar tinggi menjulang khas Yunani
dari pertengahan abad ke-5 SM, dirancang oleh Jhr. W H.F.H. Raders, seorang arsitek yang tergabung
dalam Koninklijk
Instituut van Ingenieurs (Institut Insinyur). Lanjut melangkah, kita akan disambut
dengan patung Bapak S. Sudjojono sebagai The
Father of Indonesian Painting, yang lukisannya juga ada di sayap kanan
museum Fatahillah, big size pula! :D
Monumen Balai Seni |
Setelah itu di
depan juga ada monumen Balai Seni Rupa yang bertuliskan bahwa gedung ini
dibangun sebagai lembaga Peradilan Belanda (Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng
Batavia) atau Ordinaris Raad Van Justitie
Binnen Het Kasteel Batavia pada tanggal 21 Januari 1870. Dewan
Kehakiman itu sendiri didirikan pada tahun 1620 dan berkantor di
gedung Stadhuis (kini Museum Fatahillah). Tugas dewan ini adalah
menyelesaikan masalah hukuman yang telah diputuskan oleh Collegie
van Schepenen (Dewan Pemulihan Keamanan). Apabila hukuman
ini dirasakan melampaui batas, terdakwa boleh mengajukan keberatannya
kepada Dewan Kehakiman.
Tangga menuju lantai 2 |
Sekitar tahun
1944, yaitu pada masa pendudukan Jepang dan perjuangan kemedekaan Indonesia,
gedung ini dimanfaatkan oleh tentara KNIL dan selanjutnya dipergunakan sebagai
asrama militer TNI. Kemudian pada tahun 1967 menjadi kantor Walikota Jakarta
Barat, dan setelah itu barulah dipergunakan sebagai kantor Dinas Museum dan
Sejarah DKI Jakarta sampai tahun 1975 yang diresmikan oleh Presiden Soeharto
sebagai Gedung Balai Seni Rupa Jakarta satu tahun setelahnya. Sebagai tambahan, pada tahun
1950-1962, daerah ini dijadikan daerah tertutup (Ring Bewaking)
antara pukul 18.00-06.00 WIB untuk umum karena di lokasi tersebut
tersimpan peralatan tentara yang sangat vital, meliputi: Stasiun Beos,
sebelah Barat Jl. Pakin dekat Museum Bahari, Ancol, RE Martadinata
dan Gunung Sahari.
Guci-guci istimewa |
Setelah kita
membeli tiket, kita akan memasuki pintu di sebelah kiri menuju ruang-ruang
keramik, dengan beberapa lukisan, suasananya nyaman dan bersih, ada juga lantai
2 yang berisikan guci-guci dan berbagai hasil karya indah.
Bagian luar ruangan |
Selanjutnya kita
akan melewati halaman-halaman terbuka hijau dengan beberapa hiasan ukiran kayu
di beberapa tempat selama kita menuju ke ruang-ruang lain. Ada ruangan yang
begitu kita masuk di dalamnya, kita akan disambut dengan lukisan-lukisan gunung
meletus yang wow, dan menyusuri sisa ruang lukis itu dengan takjub (khususnya
bagi pecinta seni lukis). Di beberapa area tengah, terdapat kerajinan tanah
liat dan juga patung-patung batu.
Lukisan bernilai tinggi |
Secara garis besar, museum ini
menyajikan koleksi dari hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak kurun waktu
1800-an hingga saat sekarang. Koleksi Seni Lukisnya dibagi menjadi beberapa
ruangan berdasarkan periodisasi yaitu, (1) Ruang Masa Raden Saleh
(karya-karya periode 1880 - 1890), (2) Ruang Masa Hindia Jelita (karya-karya
periode 1920-an), (3) Ruang Persagi (karya-karya periode 1930-an), (4) Ruang
Masa Pendudukan Jepang (karya-karya periode 1942 - 1945), (5) Ruang Pendirian
Sanggar (karya-karya periode 1945 - 1950), (6) Ruang Sekitar Kelahiran Akademis
Realisme (karya-karya periode 1950-an), dan (7) Ruang Seni Rupa Baru Indonesia
(karya-karya periode 1960 - sekarang).
Ruang Lukisan |
Untuk Koleksi
seni rupa menampilkan patung-patung seperti Totem Asmat dan lain-lain. Sedangkan
koleksi keramik menampilkan keramik dari beberapa daerah Indonesia dan seni
kreatif kontemporer. Selain itu ada juga koleksi keramik dari mancanegara
seperti keramik dari Tiongkok, Thailand, Vietnam, Jepang dan Eropa dari abad 16 sampai dengan awal abad 20. Dijamin koleksi seni rupa dan juga lukisan
yang telah diulas di atas, berkualitas tinggi dan menginspirasikan kita untuk
berkarya. Tak jarang juga menuntut kita untuk berfikir, kok bisa ya lukisan ini
dibuat? Bagaimana benda ini dibentuk? Ini lukisan 3D atau apa ya? Dan lain sebagainya, just enjoy it!
Keramik Naga! |
Untuk dikenang bagi
penulis:
Museum Seni Rupa dan Keramik memiliki nilai perawatan yang baik, kali
kedua berkunjung, museum ini sudah memiliki ruang ber-AC dan kebersihannya
semakin terjaga. Lain hal nya bila kita berkunjung ke Museum Keprajuritan di
Taman Mini Indonesia Indah, rasanya sayang sekali melihat hasil karya, terutama
lukisan yang di’isengi’ oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab. Anyway, Museum Seni Rupa dan Keramik
adalah Museum penutup untuk penjelajahan museum kali ini, thank you very much buat yang sudah mengantarku berkelana, setelah
hari itu, aku jadi bisa mempromosikan dan menjadi guide kunjungan museum ke banyak orang, Museum it’s really fun! :D
Lorong Museum Seni |
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk yang membaca.
Salam hangat,
true.ewi@gmail.com
(ke lokasi Maret dan
Oktober 2012,
ditulisnya Februari 2013 :D)
Tambahan Literatur:
*Wikipedia
*Jakarta.go.id
*museumindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar