Rabu, 27 Februari 2013

MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK

Berpetualang di Museum, part 5


Museum Seni Rupa dan Keramik

Siapa yang sudah pernah pergi ke Museum Seni Rupa dan Keramik Jakarta? Apa pendapat kalian? Menarik kah? Well, bagi pecinta seni, berkunjung ke Museum Seni Rupa dan Keramik yang terletak di Jalan Pos Kota No.2, Jakarta Barat ini bisa memberikan banyak inspirasi. Dengan berbekal tiket seharga Rp.2.000,- untuk dewasa, Rp. 1.000,- untuk mahasiswa, dan Rp.600,- untuk anak-anak, kita bisa berkeliling museum yang lapang ini sambil menikmati berbagai benda-benda seni seperti lukisan, keramik berbagai bentuk, ukiran kayu, patung, dan lain sebagainya.

Manik-manik Keramik
Seperti saat kita memasuki istana peninggalan Belanda di Kebun Raya Bogor, sensasi yang sama juga bisa kita rasakan ketika menapakan kaki di gedung tersebut. Dari penampakan luar gedungnya, terdapat 8 tiang besar tinggi menjulang khas Yunani dari pertengahan abad ke-5 SM, dirancang oleh Jhr. W H.F.H. Raders, seorang arsitek yang tergabung dalam Koninklijk Instituut van Ingenieurs (Institut Insinyur). Lanjut melangkah, kita akan disambut dengan patung Bapak S. Sudjojono sebagai The Father of Indonesian Painting, yang lukisannya juga ada di sayap kanan museum Fatahillah, big size pula! :D

Monumen Balai Seni
Setelah itu di depan juga ada monumen Balai Seni Rupa yang bertuliskan bahwa gedung ini dibangun sebagai lembaga Peradilan Belanda (Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia) atau Ordinaris Raad Van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia pada tanggal 21 Januari 1870. Dewan Kehakiman itu sendiri didirikan pada tahun 1620 dan berkantor di gedung Stadhuis (kini Museum Fatahillah). Tugas dewan ini adalah menyelesaikan masalah hukuman yang telah diputuskan oleh Collegie van Schepenen (Dewan Pemulihan Keamanan). Apabila hukuman ini dirasakan melampaui batas, terdakwa boleh mengajukan keberatannya kepada Dewan Kehakiman. 

Tangga menuju lantai 2
Sekitar tahun 1944, yaitu pada masa pendudukan Jepang dan perjuangan kemedekaan Indonesia, gedung ini dimanfaatkan oleh tentara KNIL dan selanjutnya dipergunakan sebagai asrama militer TNI. Kemudian pada tahun 1967 menjadi kantor Walikota Jakarta Barat, dan setelah itu barulah dipergunakan sebagai kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta sampai tahun 1975 yang diresmikan oleh Presiden Soeharto sebagai Gedung Balai Seni Rupa Jakarta satu tahun setelahnya. Sebagai tambahan, pada tahun 1950-1962, daerah ini dijadikan daerah tertutup (Ring Bewaking) antara pukul 18.00-06.00 WIB untuk umum karena di lokasi tersebut tersimpan peralatan tentara yang sangat vital, meliputi: Stasiun Beos, sebelah Barat Jl. Pakin dekat Museum Bahari, Ancol, RE Martadinata dan Gunung Sahari. 
Guci-guci istimewa
Setelah kita membeli tiket, kita akan memasuki pintu di sebelah kiri menuju ruang-ruang keramik, dengan beberapa lukisan, suasananya nyaman dan bersih, ada juga lantai 2 yang berisikan guci-guci dan berbagai hasil karya indah.  

Bagian luar ruangan
Selanjutnya kita akan melewati halaman-halaman terbuka hijau dengan beberapa hiasan ukiran kayu di beberapa tempat selama kita menuju ke ruang-ruang lain. Ada ruangan yang begitu kita masuk di dalamnya, kita akan disambut dengan lukisan-lukisan gunung meletus yang wow, dan menyusuri sisa ruang lukis itu dengan takjub (khususnya bagi pecinta seni lukis). Di beberapa area tengah, terdapat kerajinan tanah liat dan juga patung-patung batu.

Lukisan bernilai tinggi
Secara garis besar, museum ini menyajikan koleksi dari hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak kurun waktu 1800-an hingga saat sekarang. Koleksi Seni Lukisnya dibagi menjadi beberapa ruangan berdasarkan periodisasi yaitu, (1) Ruang Masa Raden Saleh (karya-karya periode 1880 - 1890), (2) Ruang Masa Hindia Jelita (karya-karya periode 1920-an), (3) Ruang Persagi (karya-karya periode 1930-an), (4) Ruang Masa Pendudukan Jepang (karya-karya periode 1942 - 1945), (5) Ruang Pendirian Sanggar (karya-karya periode 1945 - 1950), (6) Ruang Sekitar Kelahiran Akademis Realisme (karya-karya periode 1950-an), dan (7) Ruang Seni Rupa Baru Indonesia (karya-karya periode 1960 - sekarang).

Ruang Lukisan
Untuk Koleksi seni rupa menampilkan patung-patung seperti Totem Asmat dan lain-lain. Sedangkan koleksi keramik menampilkan keramik dari beberapa daerah Indonesia dan seni kreatif kontemporer. Selain itu ada juga koleksi keramik dari mancanegara seperti keramik dari Tiongkok, Thailand, Vietnam, Jepang dan Eropa dari abad 16 sampai dengan awal abad 20. Dijamin koleksi seni rupa dan juga lukisan yang telah diulas di atas, berkualitas tinggi dan menginspirasikan kita untuk berkarya. Tak jarang juga menuntut kita untuk berfikir, kok bisa ya lukisan ini dibuat? Bagaimana benda ini dibentuk? Ini lukisan 3D atau apa ya? Dan lain sebagainya, just enjoy it!

Keramik Naga!
Untuk dikenang bagi penulis:
Museum Seni Rupa dan Keramik memiliki nilai perawatan yang baik, kali kedua berkunjung, museum ini sudah memiliki ruang ber-AC dan kebersihannya semakin terjaga. Lain hal nya bila kita berkunjung ke Museum Keprajuritan di Taman Mini Indonesia Indah, rasanya sayang sekali melihat hasil karya, terutama lukisan yang di’isengi’ oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab. Anyway, Museum Seni Rupa dan Keramik adalah Museum penutup untuk penjelajahan museum kali ini, thank you very much buat yang sudah mengantarku berkelana, setelah hari itu, aku jadi bisa mempromosikan dan menjadi guide kunjungan museum ke banyak orang, Museum it’s really fun! :D


Lorong Museum Seni
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk yang membaca.
Salam hangat,
true.ewi@gmail.com
(ke lokasi Maret dan Oktober 2012, ditulisnya Februari 2013 :D)

Tambahan Literatur:
*Wikipedia
*Jakarta.go.id
*museumindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar